Jika Terancam, Iran Bisa Buat Bom Nuklir
Iran tidak akan segan-segan memproduksi bom nuklir jika terancam. Salah satu ancaman paling nyata datang dari Israel.
DUBAI, KAMIS — Iran akan mengubah doktrin nuklirnya apabila eksistensi negaranya terancam. Salah satu ancaman yang dimaksud datang dari Israel. Adanya kemungkinan mengubah doktrin nuklir ini mengkhawatirkan.
Selama ini pernyataan dan komitmen Iran adalah program pengembangan nuklirnya hanya untuk kepentingan damai. Iran berulang kali menyatakan tidak punya rencana membuat senjata nuklir. Kini, komitmen itu dipertanyakan.
Baca juga: Iran dan Isu Senjata Nuklir
Kemungkinan Iran mengubah doktrin nuklirnya itu diutarakan Kamal Kharrazi, Penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Kamis (9/5/2024). Sejak awal, negara-negara Barat curiga Iran mengembangkan teknologi nuklir untuk membuat bom. Kecurigaan pada program nuklir Iran itu selama ini diperdebatkan dan berujung pada sanksi negara-negara Barat.
”Kami tidak berencana membuat bom nuklir. Namun, jika keberadaan terancam, tidak ada pilihan lain selain mengubah doktrin militer kami,” kata Kharrazi, seperti dilaporkan Jaringan Berita Mahasiswa Iran.
Pada 2022, Kharrazi juga pernah mengatakan Iran secara teknis mampu membuat bom nuklir. Namun, mereka belum memutuskan, apakah akan betul-betul membuatnya. Pada April 2024, salah seorang komandan senior pada Garda Revolusi Iran juga pernah mengatakan, ancaman Israel dapat mengubah doktrin nuklir Iran.
Baca juga: Iran Versus Israel
Khamenei, pemegang keputusan akhir dalam program nuklir Iran, sudah melarang pengembangan senjata nuklir. Larangan itu sudah dituangkan dalam bentuk fatwa atau perintah agama pada awal tahun 2000-an.
Ayatollah Ali Khamenei menegaskan, membuat dan menimbun bom nuklir itu salah dan menggunakannya haram atau dilarang oleh agama. Namun, menteri intelijen Iran pada 2021 menyatakan, tekanan Barat dapat mendorong Iran membuat senjata nuklir.
Khamenei kembali menegaskan fatwa tersebut pada 2019. Dia menegaskan, membuat dan menimbun bom nuklir itu salah dan menggunakannya pun haram atau dilarang oleh agama. Namun, menteri intelijen Iran pada tahun 2021 menyatakan, tekanan Barat dapat mendorong Iran membuat senjata nuklir.
”Jika terjadi serangan terhadap fasilitas nuklir kami oleh rezim Zionis (Israel), sikap kami akan berubah,” kata Kharrazi.
Iran dan Israel sudah menjadi musuh bebuyutan sejak lama. Namun, ketegangan di antara keduanya menjadi-jadi dan menjadi konfrontasi terbuka pada April 2024. Pada waktu itu, Iran meluncurkan sekitar 300 rudal dan pesawat tak berawak ke Israel. Ini serangan langsung Iran ke Israel untuk pertama kali sejak revolusi tahun 1979.
Baca juga: Iran Serbu Israel dengan Ratusan Pesawat Nirawak
Serangan Iran tersebut sebagai pembalasan atas dugaan serangan Israel terhadap kompleks kedutaan besarnya di Damaskus, Suriah. Israel membalas dengan menyerang ke wilayah Iran.
Iran sudah memperkaya uranium hingga tingkat kemurnian 60 persen. Untuk bisa digunakan sebagai persenjataan, uranium harus diperkaya hingga sekitar 90 persen.
Menurut tolok ukur resmi Badan Energi Atom Internasional (IAEA), jika bahan nuklir yang ada saat ini diperkaya lagi, bahan tersebut akan cukup untuk membuat dua senjata nuklir.
Dalam laporan yang dipresentasikan pada pertemuan IAEA, Maret 2024, perkiraan persediaan uranium yang sudah diperkaya Iran mencapai 27 kali lipat dari batas yang ditetapkan dalam perjanjian tahun 2015.
Pengawasan IAEA
Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi, Selasa (7/5/2024), mengecam Iran yang ogah-ogahan bekerja sama. Iran dianggap kurang niat dalam bekerja sama terkait pengawasan pengembangan nuklirnya.
Grossi mendesak para pemimpin Iran untuk mengadopsi langkah-langkah konkret pengawasan dan pengamanan nuklir. Hal ini untuk mengatasi kekhawatiran komunitas internasional tentang program nuklirnya.
Baca juga: Iran Kini Bisa Membuat Belasan Bom Nuklir
”Kondisi yang ada sekarang benar-benar tidak memuaskan. Kita hampir menemui jalan buntu. Ini perlu diselesaikan,” kata Grossi yang berkunjung ke Iran.
Grossi sempat berbicara dengan para pejabat senior Iran, termasuk Kepala Organisasi Energi Atom Mohammad Eslami, dan berbicara di Konferensi Internasional pertama Iran tentang Sains dan Teknologi Nuklir yang diadakan di Isfahan.
Perjanjian Iran dengan IAEA pada Maret 2023 masih sah, tetapi membutuhkan lebih banyak substansi. Meski sudah jadi kesepakatan, IAEA menilai implementasi perjanjian itu melambat.
Salah satu contohnya, Iran mengurangi jumlah inspeksi dan mencabut akreditasi sekelompok ahli IAEA. Iran menangguhkan kepatuhan terhadap perjanjian 2015 yang menetapkan pembatasan aktivitas nuklir Iran.
Baca juga: Iran Copot Puluhan Kamera Pengawas Program Nuklirnya
Ini terjadi setelah Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump secara sepihak menarik diri dari perjanjian tersebut pada 2018. Setelah itu, AS menjatuhkan sanksi kembali ke Iran.
Iran dan IAEA berulangkali bersitegang sejak perjanjian itu gagal. Upaya-upaya mediasi Uni Eropa juga sejauh ini tak juga berhasil membawa AS kembali masuk ke dalam perjanjian itu.
IAEA sudah berkali-kali mengkritik Iran karena kurangnya kerja sama dalam pengawasan program nuklir, larangan pengawas, dan penonaktifan perangkat pemantauan IAEA di fasilitas-fasilitas nuklir Iran.
Grossi menjelaskan bahwa tidak ada kerangka waktu atau tenggat waktu yang disepakati mengenai penerapan perjanjian 2023. Namun, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian sudah mengatakan, Iran siap mengambil langkah konkret.
Dalam konferensi pers bersama Grossi di Isfahan, Selasa (7/5/2024), Eslami mengatakan, pembicaraan dengan Grossi berlangsung konstruktif. Iran setuju perjanjian tahun 2023 adalah awal yang baik untuk interaksi di antara keduanya.
Namun, Eslami juga sekaligus mengecam tindakan bermusuhan terhadap program nuklir Iran dari negara-negara Barat. Dia menyalahkan Israel yang mengajak Barat memusuhi Iran. Menanggapi hal ini, Grossi menegaskan hubungan IAEA dengan Iran tidak dipengaruhi oleh pihak mana pun. (REUTERS/AP)