Puluhan Pasien Diare di Pesisir Selatan Dirawat, Depot Air Galon Tak Berizin Disorot
Sebagian pasien diare massal di Pesisir Selatan mengonsumsi air mineral dari depot air galon isi ulang tak berizin.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PESISIR SELATAN, KOMPAS — Puluhan pasien dalam kejadian luar biasadiare di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, masih dirawat di sejumlah fasilitas kesehatan. Balai Besar POM Padang menyoroti maraknya depot air galon tak berizin yang menjadi sumber air minum sebagian pasien diare.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan Pesisir Selatan Intan Novia Fatma Nanda mengatakan jumlah kasus dalam kejadian luar biasa (KLB) diare di kabupaten ini mencapai 202 kasus, hingga Rabu (8/5/2024) pagi. Sebanyak 58 persen pasien diare massal ini adalah anak balita atau rentang usia 0-5 tahun.
”Terdapat 202 kasus, yaitu 123 orang sembuh, 5 orang (balita) meninggal, 31 rawat inap di Puskesmas Surantih, 16 orang rawat inap di RSUD M Zein Painan, 12 orang rawat inap di RS BKM, dan sisanya rawat jalan,” kata Intan.
Menurut Intan, kasus tersebar di tiga kecamatan, yaitu Sutera, IV Jurai, dan Bayang. Kasus terbanyak ditemukan di Kecamatan Sutera, terutama di Kampung Taratak, Lansano, Rawang, dan Pasa Surantiah.
Kasus mulai ditemukan pada 21 April lalu. Temuannya paling banyak pada 4 Mei dengan 28 kasus. Peningkatan itu seiring petugas dinas kesehatan meningkatkan sweeping ke rumah-rumah.
“Banyak warga, terutama bayi dan balita, yang sudah mengalami dehidrasi berat tetapi tidak dibawa keluarganya ke fasilitas kesehatan,” ujar Intan.
Pantauan Kompas di RSUD Dr Muhammad Zein Painan, Rabu siang, ada belasan balita pasien diare yang dirawat di bangsal anak. Pasien datang-pergi silih berganti. Dari jumlah itu, ada enam balita yang dirawat dengan tempat tidur darurat di ruang main atau lorong bangsal anak karena ruang perawatan penuh.
“Anak saya dirujuk ke sini (Selasa, 7/5/2024) malam tadi. Dua hari sebelumnya, dirawat di Puskesmas Surantiah. Puskesmas mengizinkan pulang, tetapi kemudian muntah-muntah lagi, disertai mencret,” kata Kamarlis (42), ayah pasien Syafiq (2) yang dirawat di lorong bangsal anak RSUD Dr Muhammad Zein Painan.
Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD Dr Muhammad Zein Painan Al Laily Fitri mengatakan, secara total, pada Rabu siang, ada 24 pasien KLB diare dirawat di rumah sakit, yaitu 18 anak balita dan 6 orang dewasa. ”Rabu pagi ini, totalnya ada 28 pasien balita (KLB diare) yang dirawat. Siangnya ada 11 orang yang pulang dan 1 orang masuk,” katanya.
Menurut Laily, jumlah pasien KLB diare yang dirujuk ke RSUD Dr M Zein mulai landai dan pasien di tempat tidur darurat berkurang. Puncaknya terjadi pada Sabtu (4/5/2024) dan Minggu (5/5/2024) lalu.
”Situasinya membaik. Yang datang dari puskesmas rata-rata mengalami dehidrasi ringan sampai sedang. Puncaknya Sabtu-Minggu kemarin, bisa 7-8 pasien per hari. Akhirnya, ada yang dirawat di tempat tidur darurat di ruang main dan lorong bangsal anak. Namun, sekarang sudah berkurang,” katanya.
Sumber air tercemar
Intan memaparkan, diare massal itu diduga terjadi karena sumber air warga tercemar oleh bakteri Escherichia coli (E coli) yang berasal dari feses. Selama ini sebagian warga setempat memiliki kebiasaan meminum air tanpa dimasak.
”Pessel mengalami bencana banjir dan longsor 7-8 Maret lalu. Kecamatan Sutera terdampak paling parah. Di sini, terdapat dugaan bahwa kemungkinan kualitas air telah tercemar dari dampak bencana yang terjadi,” katanya.
Untuk sumber airnya, kata Intan, berdasarkan peta sebarannya, warga menggunakan sumber mata air yang didistribusikan ke depot-depot air galon isi ulang. Sumbernya berasal dari mata air Pincuran Langit dan Ampalu di Kecamatan Sutera.
”Berdasarkan analisis dan wawancara dengan pasien, 102 kasus menggunakan sumber air minum dari depot yang tidak dimasak terlebih dahulu, 71 kasus menggunakan sumber mata air Pincuran Langit secara langsung, dan 6 kasus menggunakan sumber mata air Ampalu,” ujarnya.
Intan menambahkan, pihaknya senantiasa melakukan penyuluhan agar warga menggunakan air yang dimasak untuk konsumsi. Petugas kesehatan juga mencari pasien diare yang bertahan di rumah dan belum mendapatkan penanganan. Pemeriksaan ulang terhadap sampel air dan feses juga dilakukan.
”Kami berharap masyarakat benar-benar mematuhi memasak air hingga benar-benar matang agar wabah ini segera berakhir,” katanya.
Beben (31), ayah pasien diare M Atter yang berusia 20 bulan, mengatakan, selama ini sumber air keluarganya berasal dari air sumur dan depot air galon isi ulang. Khusus air galon, ia mengaku langsung minum tanpa dimasak karena merasa sudah higienis. Namun, menurutnya, untuk anak, ia dan istri memberi air sumur yang sudah dimasak. ”Kami belum tahu sumbernya,” ujarnya.
Putra semata wayang Beben sekarang sudah boleh pulang sejak dirawat di RSUD Dr M Zein Painan, Minggu pagi lalu. Sebelumnya, anaknya tiba-tiba mengalami muntah-muntah. ”Dari pagi sampai malam, anak kami baik-baik saja, aktif main-main bola. Karena haus, diberi minum, lalu muntah-muntah, diare,” ujar warga Kecamatan Sutera ini.
Depot tak berizin
Secara terpisah, Kepala Balai Besar POM Padang Abdul Rahim mengatakan, pemeriksaan sampel air yang dicurigai menjadi sumber wabah diare masih berproses sejak Senin (6/5/2024) kemarin. Pemeriksaan berlangsung sepekan. Sebelumnya, petugas mengambil sampel air dari berbagai sumber, termasuk dari depot-depot air galon isi ulang.
Harusnya mereka menguji kualitas air di laboratorium secara rutin, per tiga bulan, per enam bulan, seperti itu.
Rahim pun menyorotinya maraknya depot-depot air galon isi ulang tak berizin dari dinas kesehatan yang digunakan sebagian pasien KLB diare ini. Karena tak berizin, depot-depot itu tidak mengujikan kualitas airnya secara rutin.
”Harusnya mereka menguji kualitas air di laboratorium secara rutin, per tiga bulan, per enam bulan, seperti itu. Jadi, mungkin, salah satunya (penyebab) itu,” kata Rahim.
Kemudian, kata Rahim, kebiasaan higienitasi masyarakat di sekitar lokasi juga relatif buruk. Ada sumber air yang langsung diambil dari gunung/bukit, ditampung di galon, kemudian ada yang langsung dijual ke masyarakat, dan beberapa galonnya pun sudah berlumut.
“Artinya, praktik-praktik higienitas yang jelek. Sementara, kawasan itu barusan mengalami banjir (7-8 Maret lalu). Bisa jadi sumber airnya tercemar. Banjir itu kadang kala ada binatang mati, sehingga itu berpotensi terkontaminasi bakteri. Kalau diminum anak-anak, kemungkinan akan menjadi diare, lalu dehidrasi, hingga kematian,” ujarnya.